Nội dung text 97. Indira, Hitchhiking Part 4.docx
dalam sana terus terdengar, seolah Indira tak memberi dirinya sendiri istirahat. Sama seperti Alfan yang terus mengocok penisnya tanpa henti, tanpa jeda. “Ngghhh… Anjiiirr… Kalo tadi ngajakin ngewe ‘kan kita sama-sama enak, Teh… Ouhhh… Mumpung Jasmine belom balik inii… Ahhh… Apa aku dobrak aja pintunya, ya? Ouuhh…” Alfan semakin menggila, terus mengurut pentungannya tanpa henti, meremasnya dengan lembut namun bertenaga. Di tengah kegilaanya itu, ia sedikit hilang keseimbangan. Tangannya refleks menumpu pada pintu di depannya. Tanpa sengaja pintu itu terbuka sedikit. Detik itu juga Alfan panik. “Mati aku.” Tubuhnya langsung mematung, jantungnya seperti berhenti berdegup. Tangannya refleks memasukkan penisnya ke dalam celana. Pintu itu sedikit terbuka, selebar dua jari, cukup untuk Alfan mengintip ke dalam, tapi bukan itu yang jadi permasalahan. Apakah Indira menyadarinya? “Engghh… Ouuuhh… Aahhhh…” Ternyata keasyikannya dengan nafsu membuat ia tak peduli pada sekitar. Indira tak sadar pintunya telah sedikit terbuka. Jarinya terus mengorek liang senggamanya. Matanya terpejam erat. Ia hampir sampai puncak kenikmatan. Mendengar Indira terus bermain dengan dirinya, berangsur-angsur ketegangan Alfan luruh. Jantungnya kembali berdegup normal. Nafasnya tak lagi tercekat. Tapi baru saja dia mulai tenang, jantungnya kembali berderang. Pintu yang terbuka selebar dua jari itu harusnya cukup untuk melihatnya ke dalam. Maka dengan sisa-sisa keberaniannya, dengan jantungnya yang tak karuan, Alfan perlahan bergerak, mengintip ke dalam, mencari keberadaan Indira. Namun… Cklek. Tiba-tiba pintu tertutup, ditarik dari luar. Hal itu membuat Alfan langsung terjingkat tak karuan. Seketika ia menoleh ke samping. Ternyata di sebelahnya sudah berdiri Jasmine, memegangi handle pintu dengan senyum yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata.