Nội dung text Buku Terjemahan KUHAP Belanda__dummy_bukan_untuk_umum.pdf
2 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Terjemahan KUHAP Belanda (Wetboek van Strafvordering/Sv) Versi yang telah diperbaharui hingga 01-03-2023, terakhir dengan Staatsblad 2023 nomor 242. Editor: Arsil (Peneliti Senior LeIP) Matheus Nathanael (Peneliti IJRS) Saffah Salisa Azzahro (Peneliti IJRS) Siti Ismaya (Peneliti IJRS) Aditya Weriansyah (Peneliti IJRS) Gregorius Yoseph Laba (Peneliti IJRS) Aisyah Assyifa (Peneliti IJRS) Alexander Tanri (Peneliti IJRS) Adi Nugroho (Asisten Peneliti IJRS) Alih Bahasa: Rina Slamet (Erasmus Training Centre) Cetakan Pertama: Jakarta, 20 Juni 2025
3 KATA PENGANTAR KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Dengan memanjatkan segala puji bagi Allah SWT., Saya menyambut baik buku “Terjemahan KUHAP Belanda (Wetboek van Strafvordering/Sv)”, yang disusun oleh Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dalam rangka mendukung kajian terhadap perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana kita ketahui, Wetboek van Strafvordering atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku di Belanda, yang disahkan berdasarkan Staatsblad Tahun 1921 Nomor 14 dan mulai berlaku sejak 1 Januari 1926, hingga kini telah berusia 104 tahun. Pada tahun 2023, Wetboek van Strafvordering yang berlaku di Belanda tersebut, tercatat telah mengalami revisi sebanyak 400 (empat ratus) kali, sementara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku di Indonesia sejak disahkan tahun 1981 hingga saat ini berusia 43 tahun, tidak pernah mengalami perubahan kecuali beberapa hal melalui Putusan Mahkamah Konstitusi. Saya memahami spirit yang melatarbelakangi IJRS untuk menerjemahkan Wetboek van Strafvordering ke dalam Bahasa Indonesia yaitu menyediakan informasi tentang perkembangan hukum acara pidana. Sesuai dengan adagium yang sering kita dengar “Law is always left behind,” hukum selalu berada di belakang peristiwa, dan sebuah ungkapan dalam Bahasa Belanda “Het recht hinkt achter de feiten aan” yang berarti hukum itu ketinggalan dari peristiwanya. Hukum memang seharusnya selalu mengikuti perkembangan masyarakat, teknologi, dan pemikiran hukum yang terus berubah. Dengan adanya perubahan dalam pola kejahatan, sistem peradilan, serta hak-hak individu, KUHAP perlu diperbaharui agar tetap relevan dan sesuai dengan kebutuhan zaman dengan tujuan untuk mempercepat proses peradilan, memastikan keadilan bagi terdakwa, dan mengurangi ketidakpastian hukum yang bisa merugikan pihak yang terlibat. Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, ditetapkan bahwa Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif memiliki 6 (enam) fungsi, salah satunya adalah fungsi mengatur. Melalui fungsi tersebut, Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang. Khusus perkara pidana, Mahkamah Agung telah menerbitkan 133 rumusan hukum kamar pidana untuk mengisi hal-hal yang belum cukup diatur.
4 Mahkamah Agung juga telah menerbitkan berbagai kebijakan yang menyempurnakan praktik hukum acara pidana yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2022 tentang Administrasi Pengajuan Upaya Hukum dan Persidangan Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung Secara Elektronik. Jika dalam ketentuan Pasal 230 (1) KUHAP ditentukan bahwa sidang pengadilan dilangsungkan di gedung pengadilan dalam ruang sidang, Peraturan Mahkamah Agung 4 Tahun 2020 memperluas makna ruang sidang menjadi ruang sidang elektronik yakni ruang sidang di pengadilan yang meliputi kantor kejaksaan, kantor rutan/lapas, atau tempat lain yang ditetapkan hakim/Majelis Hakim. Selain itu, KUHAP belum mengakomodir pengajuan upaya hukum secara elektronik, sehingga perlu diperjelas di dalam KUHAP yang baru nanti. Dalam konteks Hak Asasi Manusia, KUHAP perlu diperbaharui untuk lebih menjamin hak-hak terdakwa, saksi, dan korban. Pembaharuan ini penting untuk memastikan bahwa sistem peradilan pidana Indonesia tidak hanya berfungsi untuk menghukum, tetapi juga melindungi hak asasi setiap individu yang terlibat. Diperlukannya pembaharuan hukum ke arah yang lebih modern yang sebelumnya tidak pernah dilakukan, seperti dengan adanya Restorative Justice. KUHAP belum mengenal keadilan restoratif yang bisa dimaknai suatu konsep dan proses. Secara konsep, keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara pidana yang tidak menitikberatkan pada pembalasan atau penghukuman. Secara proses, keadilan restoratif adalah pengalihan penyelesaian perkara dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (out of court settlement), yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, advokat, dan pihak lain yang terkait untuk mencapai penyelesaian yang berfokus pada pemulihan akibat tindak pidana. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah menjamin akses korban terhadap informasi, perlindungan dari ancaman, serta hak untuk tidak mengalami diskriminasi di tempat kerja atau pendidikan akibat melaporkan kejahatan. Selain itu, Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, juga memberikan hak-hak tambahan bagi korban, seperti pendampingan advokat, pemberian keterangan tanpa Terdakwa, serta kerahasiaan identitas. Untuk merespons perkembangan hukum acara pidana tersebut, Mahkamah Agung melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, turut menegaskan perlindungan bagi perempuan berhadapan dengan hukum, termasuk pencegahan intimidasi di persidangan dan hak untuk mendapatkan ganti rugi. Berdasarkan hal tersebut, KUHAP perlu diperbarui agar selaras dengan perkembangan hukum dan memastikan hak-hak korban benar-benar terlindungi dalam sistem peradilan pidana.