PDF Google Drive Downloader v1.1


Report a problem

Content text 44.docx

Ah, sial. Pikiranku berkecamuk. Apa cuma sekedar memperlihatkan senjataku saja lalu selesai? Kenapa sampai sebegininya? Apa nanti bisa sampai mengicipi tubuhnya? Cklek. Tubuhku seketika kaku ketika mendengar suara pintu kamar terbuka. Jantungku berdegup tak karuan. Siapa yang membukanya? Napasku seketika sedikit lega ketika Jessi yang masih sambil menyengir. Dia buru-buru menutup pintu dan menguncinya sebelum menghampiri aku dan duduk di sebelahku. “Kok kamu bisa kesini? Bilang apa ke Freya?” kutanya. “Buruan. Waktu kita bentar doang. Gue bilang ke Freya kalo gue mules.” Cengiran di bibirnya belum luntur. Matanya mulai menatapku dengan nakal. “Berarti ada waktu lama dong kalo gitu.” “Enggak.” Jessi berdecak, lalu menarik lenganku. “Buruan berdiri. Gue mau buktiin punya lo segede apa.” Aku terkekeh tapi juga berdiri. Kini aku tepat di hadapannya dengan Jessi duduk di tepi ranjang. Matanya sekejap menatap pangkal pahaku, lalu melirik ke atas. Sorot mata itu seperti tak sabar. Seluruh bulu kudukku meremang. Sepertinya Jessi memang seliar itu. “Buruan,” katanya lagi. “Buka sendiri aja kalo gak sabar.” Aku meringis. Jessi lantas terkekeh. Tangan lentiknya meraih tepi samping celanaku. Dengan santainya dia menarik celanaku sampai setengah lutut. Senyum nakalnya langsung mengulas. Sekali lagi dia melirik ke atas. Sorot matanya benar-benar menggoda. “Buka dong,” kataku. “Hehe.” Jessi meraih tepi celana dalamku sekarang. Jarinya mengait, lalu menarik turun celana dalamku. Matanya membeliak seketika. Bibirnya yang tipis membulat sempurna. Matanya tak lepas menatap penisku yang masih layu di bawah sana. “Hmm…” Jessi meraih penisku dari pangkalnya, lalu mulai diurut perlahan. “Belom tegang aja segini.”
“Bikin tegang dong,” aku menggoda, lalu terkekeh. “Mau aku ajarin?” kutanya dengan satu alis naik-turun. Dia tersenyum miring, menatapku dengan melirik nakal. “Gak usah ngajarin ikan berenang.” “Okay.” Aku tertawa. Tangannya yang mungil dan lentik itu mengurut penisku dari pangkal sampai ke ujung, lalu dia beri gerakan memutar di kepala penisku. Jelas, tak butuh waktu lama pentunganku itu sudah mulai menegang, apalagi ditambah ekspresinya yang benar-benar menggoda. Mungkin dari semua perempuan yang pernah aku cicipi, Jessi juaranya memainkan ekspresi. Sesekali dia melirik ke atas, sesekali juga menatap penisku dengan penuh kagum. Tangannya terus mengocok. Sorotnya seperti sabar menunggu sampai penisku berada di kondisi yang paling perkasa. Tangannya begitu telaten. “Cuma mau digituin aja?” kutanya, karena jujur aku tak sabar. “Bentar dong,” katanya. Tangannya berhenti mengocok, memegang pangkal penisku, lalu lidahnya menjulur. Matanya melirik ke atas. Satu sudut bibirnya menyunggingkan senyum nakal. “Sumpah, nakal banget kamu, Jess.” Aku yang tak sabar lantas mendorong belakang kepalanya. Mulutnya membuka seukuran kepala penisku, lalu dilahap. Sontak kepalaku mendongak ketika merasakan hangatnya mulut Jessi. “Ouuhh…” Dengan perlahan Jessi mengulumnya, memajukan sendiri kepalanya, menjilat bagian bawah penisku dengan lidahnya. Diawali dengan kepala penisku, lalu maju-mundur. Dia beri sedikit tekanan sambil mendongakkan kepalanya. Kurasa Jessi benar-benar handal. Aku rasa tak perlu menuntun Jessi untuk bagaimana melakukannya. Kini tugasku mengepal rambutnya dalam satu genggaman, menguncir nya seperti ekor kuda, lalu membiarkan bagaimana Jessi bermain dengan penisku. “Engghh… Ouuhh…” Aku mendesah, bukan dibuat-buat. Bagaimana caranya bermain lidah sungguh memanjakanku. Lidahnya seperti ular piton, membeliat dan menjilat di seluruh

Related document

x
Report download errors
Report content



Download file quality is faulty:
Full name:
Email:
Comment
If you encounter an error, problem, .. or have any questions during the download process, please leave a comment below. Thank you.