PDF Google Drive Downloader v1.1


Report a problem

Content text Nda Quilla - Different Taste.pdf

Lintang pikir, itu adalah cinta. Namun kehadiran Adam membuatnya sadar bahwa tidak semua rasa yang kita anggap sempurna adalah romansa. Tetapi Dennis menolak mundur dari perasaannya. Ia perjuangan rasa yang berdentam di dada sekalipun tabu mengiringi apa yang ia damba. Ia tutup mata, walau ia paham segalanya kan berakhir percuma. Hanya sekelumit asa yang mereka pelihara. Semuanya berjalan melewati lingkaran duri yang sama. Lalu apa sebenarnya takdir mereka?
Prolog "Mas?" Mata Lintang melebar saat merasakan denyut aneh yang menyebar diseluruh tubuhnya. Keningnya mulai berkeringat, sementara dadanya berpacu hebat. Pria itu menatapnya sayu. Berjalan menutup pintu. Ia bersandar lama di sana. "Apa yang kamu lakukan, Mas?" Lintang sadar, ada yang tak beres dengan tubuhnya. "Mi—minuman apa itu, Mas?" lalu perhatiannya beralih pada gelas jus yang tertinggal di atas meja. Tepatnya di kamar pria itu. "Maafkan saya, Lin." Lintang menggeleng cepat. Ia tahu apa yang akan terjadi, jika mereka tetap nekat berada di dalam satu ruangan yang sama. "Kamu nggak boleh begini, Mas." Lintang memilih mundur saat pria itu mulai maju. "Maafkan saya, Lin." "Aku nggak akan maafin kamu, Mas." Lintang tak akan memaafkannya jika pria itu benar-benar akan melakukan apa yang Lintang pikirkan saat ini. "Berhenti di sana, Mas!" teriak Lintang kalap. Pria itu membuka kacamatanya, dan meletakan benda tersebut di atas nakas. Ia kembali berjalan sambil menelan saliva. Mencoba menghilangkan akal sehatnya, ia hanya berdoa, agar setan terkutuk tersebut tetap menjadi sekutunya untuk beberapa saat lagi. Karena kalau tidak, ia bersumpah, lebih baik mati daripada harus melakukan hal ini kepada wanita yang ia cinta. Saat Lintang tak lagi dapat melangkah ke belakang, pria itu menguatkan tekad, mengulurkan tangan bersiap membelai. Dan ketika sapuan pertama, tubuh keduanya menegang dengan percikan gairah yang menyebar mengerikan. "Mas?" Lintang berujar lirih. Napasnya yang mulai tersengal sekarang, bukanlah hal baik untuk mencoba menepis. Pria itu merunduk, mengendus leher Lintang yang berkeringat. "Obat itu juga bekerja dalam tubuh saya, Lin." Bisiknya meninggalkan kecupan lembut di sana. "Maafkan saya." Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Lintang meletakan kedua tangannya di
atas dada pria tersebut. "Kamu nggak boleh ngelakuin ini, Mas." Usaha terakhir Lintang menendang. "Saya mencintai kamu, Lin." Lalu ketika bibir terengah mereka bertemu, Lintang yang setengah hati tak lagi mampu menolak. Tuntutan pria yang mengaku mencintainya ini membuatnya kewalahan. Kemudian diperparah dengan siraman perangsang yang berada dalam minumannya tadi. Lintang tahu, sekali lagi, hatinya pasti terkoyak. Dia, satu-satunya pria yang ia pikir benar-benar mencintainya. Dia, seorang pria yang ia harapkan tak akan pernah mengecewakannya. Dan dia, telah menghancurkan harapan itu. Satu-satunya harapan Lintang yang tersisa, setelah asa yang selama ini ia kembangkan mendadak layu sebelum berkembang. "Mas," pekikan Lintang melagu mendayu. Pejaman matanya mengerat, dan air mata yang sejak tadi menemani pergumulan mereka merebak, saat perih menyebar di ujung paling selatan tubuhnya. Mereka menyatu. Tanpa jarak dan penghalang, keduanya melebur. Kecupan manis mendarat di kening Lintang yang berpeluh. Harusnya Lintang merasa bangga dan bahagia, tetapi kecewanya lebih dalam dari sekadar menyadari bahwa ia bukanlah diperkosa. Dan pria yang mengisinya, bukanlah pria biasa dengan label asing yang baru saja ia jumpa. Diam-diam, hati Lintang sudah menyimpan nama pria tersebut. Dan pelan-pelan, benang mimpi telah mulai merajut harapan untuk masa depannya dengan pria yang kini mulai menunjukkan keperkasaan sesungguhnya kepada dirinya. Menandai Lintang layaknya pejantan terhadap betinanya. "Lin?" panggilan serak itu tak juga membuat Lintang membuka mata. Bahkan saat pria itu mengecup leher dan turun ke dadanya, Lintang hanya mampu menahan diri agar tak mendesah. Hati Lintang sedang terluka akibat masalah yang ia buat sendiri dengan keluarganya. Lalu merana, ketika ia pikir pria ini benar-benar mencinta. Mengadu pada takdir yang tak berpihak, Lintang merintih. Inikah hukuman dari mencintai keponakan sendiri?
1. Hujan Apa yang kurasakan padanya, jelas tidak semanis barisan puisi atau cerita novel-novel roman yang di karang oleh penulis-penulis hebat di luar sana. Karena yang kutahu perasaanku padanya sama seperti tato yang terpahat di jantung. Dan meninggalkan bekas luka yang akan selalu berdenyut perih karena ketidakmampuanku untuk menemukan peredanya. Menyakitkan, mematikan. Tapi aku tak peduli, karena aku menikmati dirinya. Sosok yang terpatri sempurna pada degupan jantung ini. Namun dari segalanya yang membuatku merana adalah ketika aku menyadari ia juga mempunyai hasrat yang sama sepertiku. Lalu? Bukankah harusnya segalanya berakhir indah? Tidak, tentu saja tidak. Karena sesungguhnya perasaan ini tidaklah pantas untuk ada. Bahkan begitu terlarang untuk sekadar menjadikannya ada. Karena dia ... ... keponakanku .... *** Katanya, hujan adalah musik merdu dari langit. Senandung kerinduan pada alam yang tak sempat terucap. Berbagai persepsi tentang hujan tumpang-tindih selalu datang menghadang. Rintikkan yang terkadang dipuja namun tak sedikit juga yang dicela. Butiran air yang selalu terhempas pada bumi keras yang tak pernah seindah kiasan. Lalu hujan tetap tak pernah menyesal untuk kembali terempas dan kemudian hilang meresap di dasar bumi. Hujan, bukankah terkadang orang-orang menyebut kemunculannya sebagai pertanda bahwa alam sedang bersenandung? Lalu mengapa petir dan kilat turut menyambar mengerikan? Senandung cinta dari langit, nyatanya tak mampu membuat para pecinta merasa bahagia. Termasuk juga aku. Aku selalu mengalami dilema yang mengenaskan kala hujan telah melepas jutaan ribu kubik airnya ke bumi.

Related document

x
Report download errors
Report content



Download file quality is faulty:
Full name:
Email:
Comment
If you encounter an error, problem, .. or have any questions during the download process, please leave a comment below. Thank you.