Content text Tugas 6 HPG_15121023_Mentari Khoerunnisa Azzahra.pdf
TUGAS 6 BATAS NEGARA Oleh: Mentari Khoerunnisa Azzahra (15121023) Program Studi Sarjana Teknik Geodesi dan Geomatika Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung 2023
United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) merupakan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ini melalui UU No. 17 Tahun 1985. Sejak saat itu, Indonesia resmi tunduk pada rezim UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 memiliki pengaturan yang cukup luas mulai dari zona maritim yang dapat diklaim oleh suatu negara, tentang riset kelautan, polusi, hingga prosedur penyelesaian sengketa diantara negara-negara. Konvensi ini mempunyai arti penting bagi Indonesia karena berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional. Pengakuan resmi secara internasional itu mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan tidak lagi sebatas klaim sepihak pemerintah Indonesia. Penguatan kewilayahan laut Indonesia sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 juga telah diperkuat melalui UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. A. Negara Kepulauan (Archipelagic State) Berdasarkan UNCLOS, Negara Kepulauan (Archipelagic State) yaitu, “Archipelagic State means a state constituted wholly by one or more archipelagos and may include other islands,” yang artinya adalah, “Negara Kepulauan menurut Konvensi ini adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain”. Gugusan Kepulauan (Archipelago) sendiri diartikan sebagai, “Archipelago means a group of islands, including parts of islands, interconnecting waters and other natural features which are so closely interrelated that such islands, waters and other natural features form an intrinsic geographical, economic and political entity, or which historically have been regarded as such,” yang artinya adalah, “Gugusan Kepulauan berarti suatu gugusan pulau-pulau termasuk bagian pulau, perairan diantara gugusan pulau-pulau tersebut dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga gugusan pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya tersebut merupakan suatu kesatuan geografi dan politik yang hakiki, atau secara historis telah dianggap sebagai satu kesatuan demikian”. Negara Kepulauan dapat menarik garis dasar/pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau dan karang kering terluar kepulauan itu. Penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) tidak bisa dilakukan oleh semua negara yang mengatasnamakan dirinya sebagai negara kepulauan. Terdapat persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan penarikan archipelagic baseline yaitu sebagai berikut, sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 Pasal 47. 1. “An archipelagic State may draw straight archipelagic baselines joining the outermost points of the outermost islands and drying reefs of the archipelago provided that within such baselines are included the main islands and an area in which the ratio of the area of the water to the area of the land, including atolls, is between 1 to 1 and 9 to 1.” Makna: Negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau terluar termasuk pulau-pulau utama dengan perbandingan Negara kepulauan tersebut adalah antara laut dan daratan dengan satu berbanding satu dan sembilan berbanding satu (1:1 dan 9:1).
2. “The length of such baselines shall not exceed 100 nautical miles, except that up to 3 per cent of the total number of baselines enclosing any archipelago may exceed that length, up to a maximum length of 125 nautical miles.” Makna: Panjang garis pangkal tersebut tidak boleh melebihi 100 mil laut kecuali 3 % dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelili setiap kepulauan dapat melebihi panjang tersebut sampai maksimum 125 mil laut. 3. Penarikan garis pangkal ini tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum. 4. “Such baseline shall not be drawnto and from low-tide elevation, unless lighthouse or similar installation which are permanently above sea level have been built on them or where a low-tide elevation is situated wholly or party at a distance not exceeding the breadth of the territorial sea from the nearest island.” Makna: Garis pangkal tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut (low-tide elevations) kecuali terdapat mercusuar atau instalasi permanen dan jaraknya tidak melebihi lebar laut territorial, yaitu 12 mil. 5. “The system of such baselines shall not be applied by an archipelagic State in such a manner as to cut off from the high seas or the exclusive economic zone the territorial sea of another State.” Makna: Negara kepulauan tidak boleh menarik garis pangkal itu yang memotong laut territorial, atau zona ekonomi eksklusif Negara lain. 6. “If a part of the archipelagic waters of an archipelagic State lies between two parts of an immediately adjacent neighbouring State, existing rights and all other legitimate interests 18 which the latter State has traditionally exercised in such waters and all rights stipulated by agreement between those States shall continue and be respected.” Makna: Apabila suatu bagian perairan kepulauan suatu negara kepulauan, terletak diantara dua bagian suatu negara tetangga yang langsung berdampingan, hak-hak yang ada dan semua kepentingan sah lainnya yang secara tradisional telah dilakukan oleh Negara yang terakhir di perairan tersebut, serta segala hak yang ditetapkan dalam perjanjian antara negara-negara tersebut akan tetap berlaku dan harus dicermati. 7. Dalam menghitung perbandingan perairan dengan daratan, daerah daratan dapat mencakup didalamnya perairan yang terletak didalam tebaran karang pulau-pulau dan Atol, termasuk bagian plateau oceanic yang bertebing curam yang tertutup atau hampir tertutup oleh serangkaian pulau batu gamping dan karang kering diatas permukaan laut yang terletak disekeliling plateau tersebut. 8. “The baselines drawn in accordance with this article shall be shown on charts of a scale or scales adequate for ascertaining their position. Alternatively, lists of geographical coordinates of points, specifying the geodetic datum, may be substituted.” Makna: Penetapan garis pangkal ini harus dicantumkan dalam peta Negara tersebut dengan daftar koordinat geografis yang secara jelas merinci datum geodetiknya. 9. “The archipelagic State shall give due publicity to such charts or lists of geographical coordinates and shall deposit a copy of each such chart or list with the Secretary- General of the United Nations.”
Makna: Negara kepulauan harus mengumumkan peta atau daftar koordinat tersebut dan mendepositkan salinanannya di Sekretaris PBB. Indonesia merupakan Negara Kepulauan dan memiliki hak untuk menarik garis pantai kepulauan, tentunya akan menguntungkan Indonesia. Sehingga, Indonesia menuangkan Konsepsi Negara Kepulauan dalam amandemen ke-2 UUD 1945 Bab IXA tentang wilayah negara pada pasal 25 E yaitu, “Negara Kesatuan RI adalah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah-wilayah yang batas-batasnya dan hak- haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Selain itu, dalam pasal 2 Undang-Undang No 6 tahun 1996 tentang Perairan indonesia, pemerintah Indonesia secara tegas menyatakan bahwa negara RI adalah negara kepulauan. B. Titik Pangkal (Basepoints) Titik pangkal adalah titik terluar pulau-pulau (daratan) yang nantinya akan saling dihubungkan satu sama lain untuk dibentuk garis pangkal, baik garis pangkal biasa, garis pangkal lurus, ataupun garis pangkal kepulauan. Secara umum terdapat 3 tahap untuk menentukan titik pangkal yaitu sebagai berikut. 1. Menentukan bagian dari suatu daratan yang paling menjorok ke laut. 2. Menentukan lokasi yang akan ditentukan titik-titik pangkalnya dan ditentukan pada waktu yang berbeda-beda (pagi di titik tertentu, siang di titik tertentu, dan malam di titik tertentu), kemudian diambil rata-ratanya. 3. Menghubungkan satu titik dan titik berikutnya sehingga membentuk garis-garis pangkal.