Content text Materi Kasus Tugas Individu (Kasus III).pdf
KASUS III A. Hasil 1. Observasi Proses asesmen dengan metode Observasi pertama kali dilakukan di Puskesmas Jetis II, Bantul dan kemudian dilanjutkan di sebuah cafe di daerah Bantul yakni pada saat dilakukan Wawancara. Asesmen dengan metode Observasi selanjutnya dilakukan saat wawancara berikutnya dan tes psikologi. Berikut ini adalah data observasi yang didapatkan. a. Penampilan Fisik Klien adalah perempuan yang memiliki tinggi kira-kira 155 cm dan berat kira-kira ±50 kg. Kulit subjek berwarna kuning langsat. Cara berpakaian subjek rapi dan tertutup serta memakai hijab. b. Pelaksanaan Asesmen (Wawancara & Tes Psikologi) Pada saat pelaksanaan wawancara, klien terlihat kooperatif. Ia datang ditemani seorang sahabatnya dan mereka terlihat sangat lekat seperti bercanda atau berbagi soal permasalahan mereka. Cara berkomunikasi klien cukup baik meski saat bercerita tidak runtut dan sering melompat-lompat dari satu cerita ke cerita lainnya. Ia secara terbuka menyampaikan segala permasalahan yang sedang ia alami meski pada awalnya terlihat bingung saat hendak mulai bercerita. Saat menceritakan permasalahannya, mata klien terlihat berkaca-kaca namun selalu ia berusaha tutupi dengan senyuman. Saat mengerjakan tes psikologi, klien terlihat mengerjakan dengan bersungguh-sungguh. Ketika ada sesuatu yang tidak dia mengerti, ia tidak sungkan untuk bertanya kepada praktikan. Ia terlihat peraya diri dengan apa yang ia kerjakan. 2. Wawancara Proses asesmen dengan metode wawancara pertama kali dilakukan di Puskesmas Jetis II, Bantul dan kemudian dilanjutkan di sebuah cafe di daerah Bantul. Asesmen dengan metode wawancara selanjutnya dilakukan sekolah dan cafe lainnya. Berikut ini adalah hasil wawancara yang didapatkan. a. Autoanamnesis Klien merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Saat ini klien merupakan pelajar SMA kelas 2. Ia memiliki kakak laki-laki yang berumur
21 tahun yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi. Kedua orang tua klien merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) namun di bidang / profesi yang berbeda. Ayah klien bekerja di kantor kecamatan sementara ibu klien bekerja sebagai seorang guru PNS di salah satu SMP Negeri di daerah Kulon Progo. Profesi yang berbeda mempengaruhi pendapatan / gaji kedua orang tua klien dimana pendapatan ibu lebih besar dari pada pendapatan ayah. Hal ini yang membuat ayah dan ibu klien sering berkonflik terlebih kondisi ekonomi keluarga klien yang memang tergolong menengah. Klien merasa tertekan dengan kondisi keluarga yang menurutnya tidak harmonis karena selain orang tua yang sering berkonflik (kecil maupun besar), hubungan antara ia dengan kakaknya juga tidak lagi erat seperti sebelumnya. Semenjak kakaknya menempuh pendidikan di perguruan tinggi, kakaknya jarang pulang dan seolah tidak peduli dengan kondisi kedua orang tua klien yang sering bertengkar hanya karena masalah sepele. Selain itu sikap atau perilaku ibu yang sering marah-marah kepada klien dan ayahnya karena hal sepele serta komunikasi yang jarang terjalin antara ia dengan ayahnya membuat klien semakin merasa bahwa keluarganya berada dalam kondisi yang buruk. Sikap dan perilaku ibu yang suka marah-marah karena hal sepele membuat klien merasa tertekan secara psikologis dan tidak betah berada di rumah. Saat ibunya marah, ibu akan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati dan bernada mengancam seperti “lebih baik aku mati saja” dan “apakah aku ini benar-benar ibu mu?”, dimana sikap ibu ini membuat klien merasa bersalah. Selain marah karena hal-hal sepele, ibu klien juga suka menyalahkan orang lain dan akan mengomel panjang lebar / terus menerus dalam waktu yang cukup lama. Hal lain yang terkadang dilakukan oleh ibunya adalah menjadikan klien sebagai tempat untuk mencurahkan kekesalan yang ibunya alami setelah bertengkar dengan ayahnya. Setelah bertengkar hebat dengan ayahnya, ibu klien menceritakan kekesalan dan rasa sakit hatinya kepada klien dan meminta klien untuk berkata pada ayahnya agar ayahnya meminta maaf kepada ibunya. Ibu klien juga mengancam bahwa jika ayahnya tidak meminta maaf, ibunya tidak mau makan dan berbagai ancaman lainnya. Hal ini membuat klien bingung dan merasa terpuruk karena
hubungan kedua orang tuanya tidak harmonis. Perilaku ibu yang suka mengomel dan menyalahkan orang lain hampir setiap hari terjadi kepada dirinya, percekcokan ringan antara ibu dengan ayah juga hampir setiap hari terjadi, namun pertengkaran besar antara ibu dengan ayahnya jarang terjadi. Untuk ayahnya, klien menyatakan ayahnya sangat jarang marah dan lebih sering menasehati klien. Meski begitu, saat ayahnya benar-benar marah, ayahnya akan berperilaku keras seperti membanting pintu. Terakhir kali ayahnya marah besar ketika bertengkar dengan ibunya saat klien masih duduk di bangku SMP. Perilaku ibu yang saat marah-marah sering mengeluarkan pernyataan yang menyakitkan hati dan bernada mengancam tanpa sadar dicontoh dan dilakukan juga oleh klien saat ia marah atau merasa kesal dengan ibunya. Namun saat ia marah atau merasa kesal dengan teman- temannya, ia tidak berani untuk melakukannya. Saat merasa kesal dan marah dengan teman-temannya, ia cenderung menahan dan mengalihkannya dengan menangis sendiri di dalam kamar saat ia tiba di rumah. Meskipun ayah klien jarang memarahi klien, namun ia cenderung lebih dekat dengan ibunya karena ketika ia menceritakan sesuatu, ibunya bersedia untuk mendengarkan dibandingkan ayahnya. Menurut klien ayahnya cukup perhatian dengan dirinya seperti menanyakan apakah klien sudah sarapan atau makan malam namun hanya sebatas itu. Orang tua klien terutama ibu menaruh harapan besar kepada klien dan hal ini yang membuat klien selalu merasa bersalah dan rendah diri setiap ibunya marah kepada dirinya ketika ia melakukan suatu kesalahan. Ia tidak ingin mengecewakan ibunya namun disatu sisi ia juga kesal dengan sikap ibunya yang mudah marah dan sering mengomel kepada dirinya maupun ayahnya. Klien mengakui bahwa dirinya bukan termasuk siswi yang pandai di kelasnya. Menurutnya tingkat integensinya tergolong rata-rata, namun bisa saja cenderung rendah. Ia juga mengakui bahwa dirinya masih memiliki banyak kekurangan seperti belum mandiri, serta cenderung suka bermalas- malasan saat dirumah. Klien menyatakan saat kecil, lebih tepatnya sejak TK (Taman Kanak-kanak) hingga kelas 3 SD ia adalah indvidu yang tergolong pintar dan pemberani. Namun setelah mengalami bullying saat kelas 3 SD semester 2, ia menjadi orang yang tertutup serta penakut / pencemas.
Peristiwa bullying yang klien alami saat kecil berlangsung cukup lama dan bullying yang klien alami tidak hanya secara psikis namun juga secara fisik. Saat kelas 3 semester 2 tersebut, klien mulai dijauhi oleh teman- temannya. Teman-teman yang membully klien sering memeras / meminta uang secara paksa kepada klien. Teman-teman klien juga menjadikan dirinya sebagai pesuruh dan ketika klien menolak teman-temannya akan meledeknya dan bergunjing hal-hal negatif tentang dirinya. Selain itu klien juga saat masuk kelas sering harus menunggu gurunya masuk kelas terlebih dulu karena jika tidak ia akan dijahili seperti kakinya di jegal saat berjalan. Teman- temannya yang membully tidak hanya siswi perempuan, namun terkadang siswa laki-laki juga ikut melakukan kejahilan dan menertawakan klien saat ia dijahili. Hal ini membuat klien memutuskan untuk pindah sekolah. Di sekolah yang baru, klien sulit untuk mendapatkan teman karena ia menutup diri dan merasa trauma dengan bullying yang menimpanya. Seiring berjalannya waktu, klien memiliki beberapa teman namun pada akhirnya ia menyadari bahwa teman-temannya tersebut berteman dengan dirinya dengan maksud yang tidak baik. Teman-temannya sering meminta uang kepada klien atau meminta klien mentraktir teman-temannya. Klien juga dijadikan sebagai pesuruh dan sering diminta untuk melakukan apa yang diinginkan teman- temannya. Jika klien tidak menurut, teman-temannya mengancam bahwa klien akan dijauhi oleh semua orang di sekolah. Hal ini pun juga membuat klien terkadang mencuri uang milik ibunya untuk memenuhi permintaan teman-teman yang membullynya. Hal ini klien rasakan hingga ia lulus SD dan ia baru mendapat rasa aman setelah masuk SMP karena salah satu guru di sekolah SMP tersebut adalah ibunya. Klien merasa bahwa penyebab ia mendapat perlakuan buruk dari teman-temannya saat kelas 3 adalah karena sifat dirinya yang saat itu sombong dan angkuh, dimana saat itu klien termasuk anak yang pintar di kelas dan selalu mendapat ranking satu sehingga ia sering meremehkan teman-temannya yang lain. Peristiwa bullying yang ia alami saat kelas 3 SD sebenarnya telah ia ceritakan kepada ibunya saat memutuskan akan pindah sekolah. Mendengar alasan klien ingin pindah sekolah karena mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya, ibu klien mencoba untuk mencari tahu penyebab klien diperlakukan demikian oleh teman-